Goodbye Peta Kertas! Mengulik Kinerja Navigasi Smartwatch Khusus Outdoor

sumber gambar: Keriliwi via unsplash
Saat memulai pendakian, smartwatch di pergelangan tangan sering terasa seperti kompas dan pemandu pribadi. Pertanyaannya, seberapa jauh perangkat mungil ini bisa diandalkan untuk menavigasi jalur terjal dan hutan lebat?
Di jalur perkotaan atau lari pagi, akurasi GPS smartwatch sudah tidak diragukan. Namun, medan gunung adalah cerita berbeda. Di sana, kita berhadapan dengan lembah curam, tebing tinggi, dan kanopi pohon yang rapat. Semua ini adalah "musuh" bagi sinyal satelit.
Kabar baiknya, smartwatch modern kelas outdoor sudah jauh lebih pintar. Mereka tidak lagi hanya mengandalkan GPS saja, melainkan menggunakan teknologi Multi-GNSS (Global Navigation Satellite System). Artinya, jam tersebut bisa terkoneksi ke banyak sistem satelit sekaligus, seperti GPS (AS), GLONASS (Rusia), dan Galileo (Eropa). Dengan menerima data dari banyak sumber, akurasi pelacakan jadi jauh lebih baik, bahkan saat sinyal terhalang pepohonan lebat.
sumber gambar: Olivier Devillers via unsplash
Namun, tetap ada batasan. Saat sinyal satelit benar-benar terhalang—misalnya, di dasar jurang atau gua—akurasi pasti menurun. Model premium mengatasi ini dengan menggabungkan data GPS dengan sensor lain seperti altimeter barometrik (untuk ketinggian) dan kompas, sehingga navigasi tetap stabil.
Penting diingat, akurasi canggih ini memakan daya baterai. Mengaktifkan mode Multi-GNSS paling detail bisa menguras baterai cepat. Jadi, perangkat ini sangat akurat, tapi pastikan selalu membawa peta cadangan dan mengatur mode GPS hemat daya. Bagi para pendaki serius, smartwatch modern adalah alat vital, bukan sekadar pelengkap, asalkan tahu cara memaksimalkannya.



