Kertas Origami Ternyata Bukan Asli Jepang! Ini Ceritanya!

sumber gambar: Nigel Hoare via unsplash
Ketika mendengar kata "origami," benak kita pasti langsung membayangkan Jepang, negeri di mana kesenian ini begitu diagungkan. Secara harfiah, namanya pun berasal dari bahasa Jepang: ori yang berarti 'lipat,' dan kami yang berarti 'kertas.' Rasanya mustahil jika seni ini lahir di tempat lain, bukan?
Namun, ada satu fakta menarik yang bisa membuat kita berpikir ulang. Kisah seni melipat kertas ini ternyata memiliki akar yang jauh lebih tua, bahkan sebelum kertas origami dikenal luas di Negeri Sakura.
Plot Twist dari Tiongkok
sumber gambar: History of Origami via Wikipedia
Sejarah origami dunia tidak dimulai di Tokyo, melainkan di Tiongkok sekitar tahun 105 M, tempat kertas ditemukan. Pada masa awal penemuan itu, lipatan kertas di sana bukanlah sebuah kerajinan tangan, melainkan bagian dari ritual. Kertas dilipat menjadi bentuk-bentuk simbolis (seperti perahu atau peti) dan dibakar dalam upacara keagamaan sebagai persembahan. Inilah cikal bakal kerajinan origami yang kita kenal sekarang.
Bagaimana caranya seni melipat kertas ini berpindah ke Jepang?
Ilmu pembuatan dan teknik melipat kertas kemudian menempuh perjalanan panjang. Sekitar abad ke-6, pengetahuan ini dibawa ke Jepang oleh seorang biksu Buddha melalui Korea. Di sinilah seni tersebut mulai bertransformasi menjadi bentuk yang khas.
sumber gambar: Robert C. Williams Museum of Papermaking Official Website
Seni Eksklusif Kaum Elit
Pada awalnya, memiliki kertas di Jepang adalah simbol kemewahan. Kertas saat itu merupakan barang langka dan mahal. Oleh karena itu, sejarah origami awal di Jepang erat kaitannya dengan status sosial; hanya kaum bangsawan dan elitlah yang mampu menguasai teknik melipat kertas ini.
sumber gambar: Origami Guide Official Website
Kegiatan melipat kertas di masa itu pun belum disebut origami, melainkan Orikata, Orisui, atau Orimino. Lipatan ini bukan sekadar hiburan, melainkan digunakan dalam upacara resmi dan ritual Shinto, misalnya sebagai penutup botol sake di kuil atau hiasan formal yang dikenal sebagai noshi.
Baru pada periode Edo (1600-1868), ketika produksi kertas menjadi lebih terjangkau, kertas origami akhirnya menyebar ke kalangan rakyat biasa. Di tangan rakyatlah seni ini benar-benar mekar, berevolusi menjadi seni lipat yang kreatif dan penuh warna hingga namanya mendunia.
Jadi, setiap kali membuat kreasi baru, ingatlah bahwa kita tidak hanya sedang membuat bentuk dari kertas, tetapi juga sedang melanjutkan warisan kuno yang merentang dari ritual di Tiongkok hingga menjadi simbol harapan universal di Jepang. Ini sebabnya seni melipat kertas selalu terasa begitu istimewa dan mendalam.




